Kita tidak Sendiri
20 Maret 2015 Tinggalkan komentar
Suatu petang seorang teman datang dengan setengah berlari diantara rintik hujan yang belum reda sejak siang. Ia adalah perempuan bertubuh kecil dengan rambut sepinggang. Dari sorotnya kulihat ia sedang menahan air mata agar tidak tumpah sepanjang perjalanan menuju rumahku. Aku membuka pintu bahkan sebelum ia sempat mengetuknya…
“aku lelah,, sangat lelah” katanya sambil memelukku.
Aku tidak bertanya lebih jauh tentang apa dan mengapa ia terlihat begitu susah dan sedih. Ah,ya.. aku ingat salah satu aturan menjaga komunikasi dengan orang lain adalah dengan tidak turut campur terlalu jauh dengan urusan orang. Aku meyakini bahwa ketika ia mempercayaiku, maka ia akan bercerita tanpa kuminta. Benar saja, tidak lebih dari 10 menit ia telah melepaskan pelukannya. Ia mengusap sisa air matanya dan mulai bercerita tentang perasaannya.
Hampir 2 jam penuh ia membagi ceritanya padaku, tentang apa yang dirasakannya selama beberapa bulan belakangan ini. Tidak membutuhkan waktu lama untukku menyimpulkan tentang hidupnya yang cukup berantakan (menurutnya). Kehidupan keluarganya yang pas-pasan menuntut ia sebagai anak tertua ikut bekerja keras membantu orang tuanya, namun sejak kecil ia merasa apa yang dilakukannya selalu salah dimata orang tuanya, kerja kerasnya tidak diakui oleh orang tuanya bahkan setelah ia memiliki usaha kecil-kecilan yang dikerjakan dirumah. Orang tuanya menuntut agar ia bekerja sebagai pegawai supaya mendapatkan gaji yang lebih besar. Beberapa bulan belakangan orang tuanya semakin sering menyinggung tentang “gaji” yang lebih besar, apalagi setelah tahu bahwa adik-adiknya mampu bekerja lebih baik di sebuah perusahaan ternama di kota itu. Ia semakin tertekan karena orang tua dan saudaranya semakin sering menanyakan “kapan kamu akan menikah”, belum lagi ditambahi dengan cara membandingkan yang khas. ah, aku tahu bagaimana rasamu, pikirku dalam hati. Ia merasa lebih mudah untuk hidup menjauh dari keluarganya untuk menghindari segala pertanyaan dan beban itu.
Kami berbincang cukup lama sampai akhirnya ia pamitan dan mengucapkan terimakasih padaku karena telah bersedia mendengar keluhannya. Aku tidak banyak berkata mendengar ceritanya, aku menanggapi seperlunya saja dan aku tidak menyadari bahwa dalam diam pun kita bisa bermanfaat bagi orang lain.
……………………..
Kita belajar banyak dari apa yang kita temui sehari-hari saat kita mampu melihat dan mengambil makna sebagai bahan pembelajaran. Belajar dari yang kita alami, belajar dari apa yang kita lihat, belajar dari apa yang kita dengar. Live long Education.
Terkadang kita begitu sibuk memikirkan bagaimana sulitnya hidup yang kita alami sehingga mengabaikan kebaikan-kebaikan yang kita temui. Seringkali kira merasa hidup kita sulit dibandingkan dengan hidup orang lain yang kita nilai “lebih”.. lebih kaya, lebih cantik, lebih cakep, lebih pinter, lebih lebih lebih… sehingga kita merasa kecil dan rendah diri.
Pernahkah dalam suatu waktu kita mencatat apa yang kita miliki saat ini?
Apakah aku masih memiliki orang tua? sehatkah mereka? pedulikah mereka terhadapku? Apakah aku memiliki saudara? Apakah aku masih bisa menjalin hubungan baik dengan mereka?
Apakah aku memiliki teman di rumah? di sekolah? di kantor? apakah aku memiliki banyak teman? Apakah mereka ada saat kubutuhkan?
Apakah aku masih bisa sekolah? apakah aku sudah bekerja dan menghasilkan uangku sendiri? apakah aku bisa membagi sedikit uangku untuk pengemis atau pengamen jalanan?
Apakah hari ini aku bisa beraktivitas seperti biasa? Apakah hari ini aku akan bertemu dengan orang baru lagi? Apakah aku masih bisa tersenyum bertemu orang lain?
Apakah kita menerima senyum, salam, terimakasih dan maaf dari orang lain?
ah, ternyata sangat banyak jika kita mampu melihatnya lebih dekat.
Kita tidak sendiri dan tidak pernah hidup sendiri…. kita hanya perlu melihat dan mendengar lebih banyak dengan hati untuk memahami bahwa hidup itu singkat dan indah. Tuhan memberikan kesempatan besar untuk kita hidup, maka sebisa mungkin jangan menyiakan kesempatan itu dengan keburukan yang tidak kita sadari. Bukankah membicarakan orang lain, mengupat, mengeluh, berprasangka buruk, tidak menghargai kerja keras orang lain adalah hal-hal sederhana yang sering terjadi dalam hidup sehari-hari.
Tetap berprasangka baik membuat hidup akan lebih tenang, membuat kedamaian dalam hati kita sendiri.. Tuhan tidak akan pernah menguji kesabaran hamba-Nya diluar kemampuan. Tuhan memberikan cobaan untuk melatih kesabaran, kedewasaan dan mempersiapkan kita menjadi pribadi yang lebih hebat dan kuat.
so..
Tetap semangat,, kita tidak pernah sendiri dan Tuhan bersama prasangka baik hamba-Nya.